Masa kecil

Masa sekolah dasar sudah dimulai. Saat itu tahun 1990, gadis kecil itu sudah mulai menginjak kelas satu di sebuah sekolah dasar negeri di desanya. Dia didaftarkan oleh orang tuanya, lebih tepat ayahnya, dengan menggunakan nama Kenursaiba. Seperti layaknya anak sekolah lainnya, dia-Nursa panggilannya, mendapatkan uang saku dari orang tuanya untuk berangkat sekolah. Sekolahnya tak jauh dari rumah. Mungkin kalau dihitung, cuma sekitar 15 menit dengan berjalan santai.

Berangkat sekolah dengan berjalan kaki bersama teman-temannya yang dekat dengan rumahnya. Atau kadang juga Nursa bisa berangkat sendiri. Nursa termasuk anak yang lumayan berani, dibandingkan anak-anak lain seusianya.

Saat menjalani pendidikan sekolah dasarnya, Nursa sangat antusias untuk belajar. Dimulai dari kelas 1, dia mulai tampak dalam hal prestasi akademisnya. Selain belajar di sekolah, dia juga ikut mengaji di salah satu guru ngaji di kampungnya. Mulai dari mengaji di salah satu saudaranya, Lek Seh, begitu dia biasa memanggilnya, karena merupakan bibi dari garis keturunan nenek Nursa. Kegiatan mengaji biasanya dilakukannya setelah magrib.

Karena ada suatu hal, Nursa tidak lagi mengaji di Lek Seh. Bibinya tersebut pindah dari kampungnya. Akhirnya aktivitas mengajinya dilanjutkan ke salah satu tetangganya. Namanya Bu Sumaiyah, yang juga merupakan pengurus pengajian di kampungnya. Nursa kecil belajar mengaji dengan belajar membaca huruf hijaiyah, membaca Al Qur’an, membaca diba’, Surat Yasin dan Tahlil bersama-sama teman kampungnya.

Sampai pada suatu ketika saat Nursa mengaji, ada suatu hal yang begitu mengganggu hati dan pikirannya. Nursa kecil telah membuat beberapa teman di sekelilingnya iri kepadanya. Dalam hati Nursa cuma ada tanya, “kenapa dengan diriku?”. Satu hal yang dia tahu bahwa dirinya tidak ingin membuat orang iri kepada dirinya.

Saat mulai jenjang SD, kelas 1, Nursa mulai tampak lebih dari teman-teman lainnya, lebih dalam hal akademis. Dia menonjol ketika berada di kelas. Nursa kecil adalah gadis yang cerdas, dan itu mulai membuat dirinya berada dalam situasi yang tidak nyaman dalam pergaulan masa kecilnya. Suatu contoh ketika mengaji, Nursa pernah diberi tahu oleh salah seorang temannya bahwa dia akan tidak naik kelas. Kala itu adalah akhir dari suatu tahun ajaran sekolah. Nursa pasti tidak langsung percaya dari omongan temannya itu. Karena yang ia tahu, kelas satu sudah dia lewati dengan baik. Untuk seusianya, Nursa sudah paham tentang prestasi. Dan itu cukup membuat orang tuanya bangga, terlebih ayahnya.

Kelas tiga dan kelas empat, sudah dilewati Nursa sebagai seorang siswa yang cukup berprestasi. Setidaknya Nursa, hampir selalu berada di peringkat satu di kelasnya. Pernah Nursa berada di peringkat kedua. Saat itu yang menjadi saingannya adalah bernama Pandu. Seorang murid laki2 yang mulai menonjol ketika Nursa berada di kelas tiga. Hampir tiap catur wulan (cawu) mereka saling bersaing. Nursa mulai mengenal dan bersaing dengan lawan jenis mulai saat itu. Mulai merasakan rasa suka pada lawan jenis. Terlebih dengan Pandu, saingannya. Tapi Nursa tau, rasa suka itu cuma sebatas teman dan kagum saja. Orang tua Nursa sudah memberi pengertian tentang arti pertemanan. Dan ayah Nursa pernah memberikan contoh tentang kakak laki-lakinya yang saat itu sedang menjalin kasih dengan teman perempuannya di universitas. Dengan contoh itu, Nursa sudah cukup tau batas, meskipun dia masih berusia anak-anak.

Suatu ketika, Nursa harus berpindah tempat mengaji lagi. Ibu Sumaiyah, guru mengajinya juga pindah dari kampung. Akhirnya, Nursa mengaji di Ibu Sukijan. Aktivitas mengajinya juga masih sama dan Nursa semakin bertambah usia, dan semakin besar.

Bercerita tentang uang jajan yang diterima oleh Nursa dari orang tuanya, termasuk sebagai kisaran kecil dibandingkan uang jajan yang diterima teman-temannya. Kala itu, tahun 1990an, uang jajan Nursa kecil 25 rupiah saat dia ada di kelas satu. Waktu itu, harga semangkok bubur dan sayurnya seharga 50 rupiah di salah satu warung dekat sekolahnya. Pernah, bahkan sering, Anis sering berbagi bubur kepada Nursa saat istirahat sekolah. Anis tepatnya adalah keponakan Nursa. Anis adalah anak dari kakak Nursa, Mbak Ninik, anak dari ayah Nursa. Bicara kembali soal uang saku, saat Nursa naik kelas tiga, dia dapat uang saku 50 rupiah. Dan saat sampai di kelas 6, Nursa diberi uang saku sebesar 100 rupiah. Uang yang diberikan orang tuanya, sering digunakannya untuk jajan seperti teman-temannya, tapi Nursa lebih hemat menggunakannya. Tidak hemat sebenarnya, tapi lebih tepatnya adalah lebih tidak bisa sering jajan seperti temannya yang lain. Dari jumlah uang jajan ini, Nursa merasa kurang. “Kenapa orang tuaku tidak memberikan aku uang jajan seperti teman-teman yang lain??

Masalah uang jajan yang dipendam Nursa, akhirnya membuatnya semakin dewasa menyikapinya. Ibunya sering menasehati Nursa. Itu membuat Nursa lebih memahami dan mengerti kebutuhan yang ada di keluarganya, kebutuhan untuk kepentingan masa depan, pendidikan masa depan, pendidikan untuk kakaknya yang sedang kuliah saat itu, serta lebih bersyukur atas rizki yang ada saat ini, karena ibunya sempat bercerita bahwa kehidupan yang pernah dialaminya dulu tidak lebih baik dari saat ini.

Kehidupan berlalu..

preambule

Seorang gadis kecil terlahir di dunia di tengah-tengah keluarga. Dia layaknya seorang bayi yang normal berada di sebuah keluarga.

Dia tumbuh di tengah keluarga, dari seorang ayah pensiunan tentara berpangkat letnan satu dan seorang ibu rumah tangga biasa. Kehidupannya dalam sebuah keluarga berjalan seperti umumnya keluarga lain. Hingga pada suatu ketika, gadis itu merasakan sesuatu yang ada di hatinya.

Pendidikan yang dijalani merupakan awal dari pengalaman hidupnya. Diawali dari taman kanak-kanak, hingga sampai bangku kuliah.
Pagi itu di taman kanak-kanak, dia akan memulai pelajarannya yg pertama. Di antar oleh ibunya berangkat, dimulailah awal dari dunia pendidikan formalnya dari saat itu.
Selain ibu, kadang ia berangkat ke sekolah dengan kakak laki-lakinya, yang jg berangkat kuliah.

Di TK itu, dimulailah masa pergaulan dengan teman-teman sebaya. Masa mencontoh apa yang dimiliki teman, mencontoh apa yang dilakukan teman. Mulai dari kue yang ingin dibawa saat TK, hingga pensil warna maupun buku yang digunakan untuk menggambar di sekolah. Menyenangkan mungkin, yang dirasakannya.

Semua dirasa normal, apa yang dilihat dengan yang dia bandingkan berada dalam keluarganya. Berjalan..